[Baiti Jannati 4] Nak, Kenalilah Allah


Dari kajian Kursihikmah.id oleh Ust. Maman Surahman, Lc

Pendidikan iman sesungguhnya adalah harapan dan kegelisahan para Nabi dan orang-orang shalih.

Di Thaif, Rasulullah disakiti dan tidak membalas. Bahkan ketika malaikat menawarkan untuk melemparkan gunung batu kepada mereka, Rasulullah justru mendoakan anak keturunan penduduk Thaif kelak menjadi orang beriman.

Setiap Nabi menyeru kaumnya dengan membawa aqidah, dan mendidik anak keturunan mereka dengan keimanan.

Nabi Nuh as. berdakwah 950 tahun namun salah satu puteranya tidak beriman. Allah memotret kesedihan beliau dalam Al-Quran tentang kafirnya puteranya tersebut.

(وَهِیَ تَجۡرِی بِهِمۡ فِی مَوۡجࣲ كَٱلۡجِبَالِ وَنَادَىٰ نُوحٌ ٱبۡنَهُۥ وَكَانَ فِی مَعۡزِلࣲ یَـٰبُنَیَّ ٱرۡكَب مَّعَنَا وَلَا تَكُن مَّعَ ٱلۡكَـٰفِرِینَ)
[Surah Hud 42]

Dan kapal itu berlayar membawa mereka ke dalam gelombang laksana gunung-gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, ketika dia (anak itu) berada di tempat yang jauh terpencil, “Wahai anakku sayang! Naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang kafir.”

Jika kita tadabburi, kondisi Nabi Nuh dan anaknya saat itu berada antara hidup dan mati. Tenggelam dan tidak tenggelam. Namun Nabi Nuh justru mengkhawatirkan kebersamaan puteranya bersama orang-orang yang kafir. Karena ujian atau fitnah agama berupa kekufuran lebih berat daripada ujian dunia. Ujian dunia berupa kematian tidak lebih berat dari matinya sang anak dalam kekufuran.

Nabi Ibrahim berwasiat kepada putera-puteranya termasuk Nabi Ya'qub 'alaihissalam (cucu beliau) untuk  tetap beriman dan meninggal dalam keimanan.

(وَوَصَّىٰ بِهَاۤ إِبۡرَ ٰ⁠هِـۧمُ بَنِیهِ وَیَعۡقُوبُ یَـٰبَنِیَّ إِنَّ ٱللَّهَ ٱصۡطَفَىٰ لَكُمُ ٱلدِّینَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسۡلِمُونَ)
[Surah Al-Baqarah 132]

Dan Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yakub. "Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.”

Pendidikan iman seorang ayah kepada anaknya sungguh tidak berhenti pada usia tertentu, tapi sampai seorang ayah yakin bahwa puteranya meninggal dalam membawa keimanan.

Menjelang wafatnya, Nabi Ya'qub pun mengulangi apa yang dilakukan kakeknya dengan melakukan dialog iman bersama putera-puteranya.

(أَمۡ كُنتُمۡ شُهَدَاۤءَ إِذۡ حَضَرَ یَعۡقُوبَ ٱلۡمَوۡتُ إِذۡ قَالَ لِبَنِیهِ مَا تَعۡبُدُونَ مِنۢ بَعۡدِیۖ قَالُوا۟ نَعۡبُدُ إِلَـٰهَكَ وَإِلَـٰهَ ءَابَاۤىِٕكَ إِبۡرَ ٰ⁠هِـۧمَ وَإِسۡمَـٰعِیلَ وَإِسۡحَـٰقَ إِلَـٰهࣰا وَ ٰ⁠حِدࣰا وَنَحۡنُ لَهُۥ مُسۡلِمُونَ)
[Surah Al-Baqarah 133]

Apakah kamu menjadi saksi saat maut akan menjemput Yakub, ketika dia berkata kepada anak-anaknya, "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab, "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu yaitu Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami (hanya) berserah diri kepada-Nya.”

Kegundahan para Nabi itu adalah bagaimana anak keturunan mereka kokoh dalam keimanan. Begitu juga dengan orang-orang shalih.

Berkata Luqman pada anaknya dalam surah Luqman: 13.

(وَإِذۡ قَالَ لُقۡمَـٰنُ لِٱبۡنِهِۦ وَهُوَ یَعِظُهُۥ یَـٰبُنَیَّ لَا تُشۡرِكۡ بِٱللَّهِۖ إِنَّ ٱلشِّرۡكَ لَظُلۡمٌ عَظِیمࣱ)
[Surah Luqman 13]

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, "Wahai anakku! Janganlah engkau menyekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”

Tidak hanya kepada anak kandung, namun Rasulullah juga peduli pada keimanan anak-anak lain. Dikisahkan bahwa Rasulullah mendatangi seorang Yahudi yang sedang sakit sakaratul maut. Rasulullah mengajak anaknya untuk bersyahadat, namun sang anak diam. Setelah beberapa kali diajak, sang anak pun bersyahadat.

Bagaimanakah langkah-langkah pendidikan imani?

Pertama:
Sesungguhnya pendidikan iman itu dimulai sejak anak lahir dengan memilihkan calon ibu yang shalihah atau calon ayah yang shalih.

Kedua:
Dilanjutkan ketika sang anak berada di dalam kandungan dengan sang ibu membaca Al Quran, shalat tahajjud dan lain-lain.

Ketiga:
Ketika anak lahir, hendaknya kalimat yang pertama kali didengarnya adalah kalimat tauhid. Karena permusuhan syaithon kepada manusia dimulai sejak bayi lahir. Maka azan atau kalimat tauhid, nama yang baik, dan aqiqah adalah bagian dari pendidikan iman.

Keempat:
Setelah anak mulai bisa berbicara, ajarkan anak untuk membaca Laa ilaaha illaLLAH. Jadikan yang pertama kali fasih diucapkan oleh anak adalah Laa ilaa illaLLAH.

Ibnul Qayyim berkata, "Jika anak mulai berbicara, ajarkan untuk menghafal kalimat: Laa ilaaha illaLLAH Muhammadur RasuluLLAH".

Usia 0-2 tahun, anak melihat gerak gerik kedua orangtuanya. Namun peran ibu lebih dominan karena kedekatan dan kelekatan sang anak dengan ibu. Dan di usia 2-6 tahun adalah fase taqlid atau meniru. Sesungguhnya anak tumbuh dengan apa yang dibiasakan oleh kedua orangtuanya.

Usia 6-10 tahun, anak mulai terikat hatinya dengan teman-temannya. Di situlah pentingnya teman-teman sepermainan yang baik bagi anak.

Di usia dini, ajarkan anak lafaz-lafaz tauhid sehingga mereka menghafalnya walaupun mereka tidak memahami isinya. Bagian dari kasih sayang Allah kepada kita, keimanan bisa diajarkan kepada anak tanpa anak meminta bukti. Nilai-nilai itu langsung diserap oleh anak tanpa bertanya kenapa, karena itu adalah fitrah. Dan itulah bukti bahwa di alam ruh manusia sudah mengalami mitsaq (persaksian) untuk menyembah Allah. Iman itu sudah dibawa sejak lahir, tinggal dibangunkan saja.

(وَإِذۡ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِیۤ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمۡ ذُرِّیَّتَهُمۡ وَأَشۡهَدَهُمۡ عَلَىٰۤ أَنفُسِهِمۡ أَلَسۡتُ بِرَبِّكُمۡۖ قَالُوا۟ بَلَىٰ شَهِدۡنَاۤۚ أَن تَقُولُوا۟ یَوۡمَ ٱلۡقِیَـٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنۡ هَـٰذَا غَـٰفِلِینَ)
[Surah Al-A'raf 172]

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.”

Dalam hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Muslim, Allah berfirman:

إِنِّى خَلَقْتُ عِبَادِى حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ وَحَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ لَهُمْ وَأَمَرَتْهُمْ أَنْ يُشْرِكُوا بِى مَا لَمْ أُنْزِلْ بِهِ سُلْطَانًا

Sesungguhnya Aku telah menciptakan hamba-hamba-Ku semuanya dalam keadaan lurus. Setelah itu datanglah setan-setan yang menggelincirkan mereka dari agama mereka dan mengharamkan atas mereka apa yang sebenarnya Allah halalkan bagi mereka. Juga menyuruh mereka agar menyekutukan Aku dengan sesuatu yang Aku tidak turunkan keterangan tentangnya”. HR. Muslim dari ‘Iyadh bin Himar radhiyallahu ‘anhu.

Kelima:
Setelah mengajarkan kalimat tauhid, ajarkan anak mencintai Allah. Ajarkan anak merasa diawasi oleh Allah, berinteraksi dengan Allah, meminta kepada Allah.

Ibnu Abbas meriwayatkan kisah indah masa kecilnya bersama Rasulullah SAW:

عن أَبِي الْعَبَّاسِ عَبْدِ اللهِ بنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما قَالَ: كُنْتُ خَلْفَ رَسُوْلَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلّم فَقَالَ: (يَا غُلاَمُ إِنّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ: احْفَظِ اللهَ يَحفَظْكَ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَاَ سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِذَاَ اسْتَعَنتَ فَاسْتَعِن بِاللهِ، وَاعْلَم أَنَّ الأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَت عَلَى أن يَنفَعُوكَ بِشيءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلا بِشيءٍ قَد كَتَبَهُ اللهُ لَك، ولَوِ اِجْتَمَعوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشيءٍ لَمْ يَضروك إلا بشيءٍ قَد كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفعَت الأَقْلامُ، وَجَفّتِ الصُّحُفُ) رَوَاهُ التِّرْمِذِيّ وَقَالَ: حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ

Dari Abul 'Abbas 'Abdullah bin 'Abbas  radhiyallahu 'anhuma: "Suatu hari aku di belakang Rasulullah, kemudian Rasulullah bersabda, "Nak, sesungguhnya aku mengajarkanmu kalimat. Jagalah Allah, Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, Allah akan selalu ada di hadapanmu. Jika engkau meminta, mintalah pada Allah. Jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah, jika suatu kaum ingin melakukan sesuatu untuk memberi manfaat padamu, mereka tidak akan memberi manfaat kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan jika suatu kaum ingin membahayakanmu, mereka tidak akan membahayakanmu kecuali dengan yang telah Allah tetapkan untukmu. Pena telah diangkat, dan lembaran (takdir) telah kering". (HR. Tirmidzi)

Simaklah kisah indah pendidikan imani yang didapat Sahl bin 'Abdillah At-Tustury, dari pamannya Muhammad bin Siwar. Dahulu, paman memiliki kedudukan seperti ayah kandung dalam andil mereka terhadap pendidikan keponakan-keponakan mereka.

قال سهل بن عبدالله التستري : كنت وأنا ابن ثلاث سنين أقوم بالليل فأنظر إلى صلاة خالي محمد بن سوار
فقال لي يوما : ألا تذكر الله الذي خلقك ،
فقلت : كيف أذكره ؟
فقال : قل بقلبك عند تقلبك بثيابك ثلاث مرات من غير أن تحرك به لسانك ، الله معي ، الله ناظري ، الله شاهدي ،
فقلت ذلك ليالي ثم أعلمته ،
فقال : قل في كل ليلة سبع مرات ،
فقلت ذلك ثم أعلمته ،
فقال : قل ذلك كل ليلة إحدى عشرة مرة ،
فقلته ، فوقع في قلبي حلاوته ،
فلما كان بعد سنة ، قال لي خالي : احفظ ما علمتك ، ودم عليه إلى أن تدخل القبر فإنه ينفعك في الدنيا والآخرة ،
فلم أزل على ذلك سنين ، فوجدت لذلك حلاوة في سري ، ثم قال لي خالي يوما : يا سهل من كان الله معه وناظرا إليه وشاهده ، أيعصيه ؟ إياك والمعصية

Berkata Sahl bin 'Abdillah At-Tustury: Ketika usiaku tiga tahun,  aku bangun di malam hari dan melihat pamanku Muhanmad bin Siwar sedang melakukan shalat. Dan pada suatu hari ia bertanya kepadaku: "Tidakkah engkau mengingat Allah?"

Maka aku berkata: "Bagaimana aku mengingatNya?"

Maka pamanku berkata: "Ketika engkau membalikkan badanmu di malam hari, berkatalah tanpa menggerakkan lisanmu sebanyak tiga kali: Allah bersamaku, Allah melihatku, Allah menyaksikanku.

Akupun mengucapkannya selama beberapa malam, kemudian aku memberitahu pamanku.

Maka ia berkata: Ucapkanlah setiap malam tujuh kali.

Akupun mengucapkan hal itu, dan memberitahunya.

Maka ia berkata: Ucapkanlah setiap malam sebelas kali.

Maka aku mengucapkannya. Lalu aku merasakan manisnya di hatiku.

Maka setelah satu tahun berlalu, pamanku berkata kepadaku: Hafalkan apa yang aku ajarkan padamu, dan terus lakukan hal itu hingga engkau memasuki kubur. Sesungguhnya itu akan bermanfaat bagimu di dunia dan akhirat.

Bertahun-tahun berlalu dan aku tetap melakukannya. Akupun menemukan manisnya ucapan tersebut dalam kesendirianku.

Kemudian suatu hari pamanku berkata kepadaku: Wahai Sahl, siapa yang Allah bersamanya, Allah melihatnya, Allah menyaksikannya, apakah ia akan bermaksiat kepadaNya? Jauhkan dirimu dari maksiat.

Ibnu Umar pernah menguji seorang budak kecil dengan meminta kambing milik majikannya, namun sang budak berkata, "Maka di manakah Allah?". Dan kata-kata tersebut pun menjadi pengingat Ibnu Umar.

Keenam:
Berikutnya, kokohkan hati anak untuk mencintai Nabi dan keluarganya. Karena cinta kepada Nabi disandingkan dengan cinta kepada Allah.

عن عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ :  قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :  اَدِّبُوْا اَوْلَادَكُمْ عَلَى ثَلَاثِ خِصَالٍ : حُبِّ نَبِيِّكُمْ وَحُبِّ اَهْلِ بَيْتِهِ وَ قِرَأَةُ الْقُرْأَنِ فَإِنَّ حَمْلَةَ الْقُرْأَنُ فِيْ ظِلِّ اللهِ يَوْمَ لَا ظِلٌّ ظِلَّهُ مَعَ اَنْبِيَائِهِ وَاَصْفِيَائِهِ (رَوَاهُ الدَّيْلَمِ

Dari Ali R.A ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Didiklah anak-anak kalian dengan tiga macam perkara yaitu mencintai Nabi kalian dan keluarganya serta membaca Al-Qur’an, karena sesungguhnya orang yang menjunjung tinggi Al-Qur’an akan berada di bawah lindungan Allah, di waktu tidak ada lindungan selain lindungan-Nya bersama para Nabi dan kekasihnya.” (H.R Ad-Dailami)

روي عن زين العابدين علي بن الحسين، قال: (كُنَّا نُعَلَّمُ مَغَازِي رَسُولِ اللَّهِ -صلى اللَّه عليه وسلم- وَسَرَايَاهُ، كَمَا نُعَلَّمُ السُّورَةَ مِنَ القُرْآنِ)

Diriwayatkan dari Zainal 'Abidin 'Ali bin Al-Husain (seorang tabi'in), ia mengatakan, "Kami diajarkan sejarah peperangan Nabi sebagaimana kami diajarkan surah-surah Al Quran".

Maka cinta kepada Allah tumbuh bersama kecintaan pada Nabi.

Dalam perang Badr, dua orang anak kecil bernama Mu'adz dan Mu'awwidz bertanya tentang Abu Jahal, karena mereka mendengar bahwa Abu Jahal adalah orang yang paling menyakiti Nabi.

Samuroh bin Jundub yang belum berusia 15 tahun menangis ketika tidak diizinkan ikut perang Uhud. Begitu besar kecintaannya pada Nabi dan berjihad di jalan Allah padahal usianya masih amat belia.

Ketujuh:
Berikutnya, ajarkan anak-anak tilawah Quran. Ketika Quran diajarkan setelah iman, perjalanan bersama Quran menjadi mudah dan keimanan bertambah.

Jundub bin Abdullah berkata, "Kami belajar iman sebelum belajar Al-Quran".

Ketika anak sudah belajar iman, anak akan merasakan indahnya berinteraksi dengan Allah melalui Quran sebagai hidanganNya. Ketika hati tidak terhubung dengan Allah, maka sulit untuk menikmati hidangan Quran.

Abdullah bin Mas'ud berkata, "Sesungguhnya kami sulit menghafal lafaz Quran, namun kami mudah mengamalkannya. Sementara kelak ada generasi yang mudah menghafal Quran namun sulit mengamalkannya."

Para sahabat mudah mengamalkan Quran karena mereka lebih dahulu belajar iman sebelum belajar Quran. Karena amal adalah buah dari iman.

ابن مسعود قال: كان الرجلُ منا إذا تعلَّم عشرَ آياتٍ لم يجاوزهن حتى يعرف معانيَهُن والعمل بهن (رواه الطبري فى تفسيره)
“Kami belajar sepuluh-sepuluh ayat dan belum akan berpindah pada ayat berikutnya sampai kami mengerti makna yang terkandung dalam sepuluh ayat itu dan bagaimana mengamalkannya.”

Umar bin Khattab menghafal surah Al-Baqoroh dalam waktu 12 tahun. Bukan karena Umar tidak cerdas. Sebaliknya, Umar sangat cerdas namun pondasi iman yang kokoh membuatnya menghafal Quran dengan seluruh ayat-ayatnya sudah diamalkan.

Ajarkan juga anak-anak tentang perjuangan orang-orang terdahulu dalam menjaga aqidah. Kisahkan tentang Ashabul Ukhdud, 20.000 orang yang mempertahankan iman hingga syahid.

Ajarkan anak-anak kesederhanaan yang merupakan sebagian dari iman. Jika anak terbiasa dengan kesederhanaan, maka hatinya kokoh dan tidak mudah tergiur dengan dunia.

Bangkitkan fitrah anak, doakan anak untuk menjadi generasi yang kokoh dalam iman, ajarkan shalat dan ibadah-ibadah lain.

Perintah ibadah shalat dilakukan ketika anak berusia 7 tahun, begitu juga dengan ibadah lain seperti memakai hijab. Evaluasi terus menerus hingga di usia 10 tahun anak sudah kokoh dalam ibadah tersebut.

Kenalkan anak dengan nikmat Allah melalui dialog iman.

Sampaikan pada anak tentang hari akhir. Di dalam Al-Quran begitu banyak keimanan pada hari akhir yang bersanding dengan iman kepada Allah. Dan seluruh rukun iman mengerucut kepada iman kepada Allah.

Ketika anak belum hadir, jadilah calon orangtua yang shalih. Seperti Nabi Zakariya yang seakan bertaruh kepada Allah, bahwa anaknya kelak akan mewarisi kebaikannya dan kebaikan keluarga Ya'qub.

Ketika bayi sudah dikandung, contohlah Ibunda Maryam yang bernazar (dimana pada masa itu nazar adalah ibadah) bahwa anaknya kelak akan menjadi pengabdi di Baitul Maqdis.

Ketika bayi sudah lahir, mintakan kepada Allah perlindungan dari syaithon.

Di usia dininya, anak akan melihat dengan seksama segala perilaku kedua orangtuanya.  Walau mereka belum meniru, namun semua itu tertanam kuat di hati mereka.

Jika anak sudah terlanjur besar dan urutan pendidikan iman tersebut terlewat, maka ajarkanlah iman. Ulang lagi dari awal. Kenalkan anak-anak dengan Allah, bangkitkan kembali keimanannya. Jauhkan mereka dari perbuatan-perbuatan syaithon yang memalingkan mereka seperti pertemanan dan lingkungan yang buruk.

Sebelum mengajarkan anak tentang keimanan, refresh kembali keimanan kita bersama pasangan. Seperti doa yang sangat familiar yang tercantum dalam surah Al-Furqon tentang 'ibaadurrahman:

(وَٱلَّذِینَ یَقُولُونَ رَبَّنَا هَبۡ لَنَا مِنۡ أَزۡوَ ٰ⁠جِنَا وَذُرِّیَّـٰتِنَا قُرَّةَ أَعۡیُنࣲ وَٱجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِینَ إِمَامًا)
[Surah Al-Furqan 74]

Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”

Semoga Allah membimbing kita menjadi orangtua shalih yang pantas mendapatkan anak-anak shalih shalihat.

Aamiin
Allahumma Aamiin..

Komentar

Populer

Insya Allah, In Shaa Allah, In Syaa Allah atau ....?

Sebelum Engkau Halal Bagiku

The Centong Hunter (Awwab dan Empatinya)