BAGAIMANA ENGKAU MENGHABISKAN WAKTU?



Oleh : Cahyadi Takariawan

Belajar Mengoptimalkan Waktu dari Orang Terdahulu

Muhammad bin Hasan (132-189 H), salah seorang murid Imam Abu Hanifah, tidak tidur malam kecuali sedikit. Di sampingnya selalu ada buku. Jika bosan dengan satu buku, ia akan membaca buku yang lain.

Al-Baqilani tidak tidur malam sebelum selesai menulis sebanyak 35 lembar. Kebiasaan beliau adalah shalat 20 rakaat setiap malam.

‘Isham bin Yusuf Al-Balkhi (w. 215 H), seorang ahli fiqh dan hadits, rela membeli sebuah pena dengan harga mahal. Ia menyatakan, umur manusia begitu pendek, sementara ilmu begitu banyak. Sudah seharusnya penuntut ilmu tidak menyia-nyiakan waktunya.

Seorang ahli hadits, ‘Ubaid bin Ya’isy, guru dari Imam Bukhari dan Muslim, terbiasa makan malam dengan disuapi oleh saudarinya. Tangan beliau sibuk menulis hadits. Tidak ada waktu untuk menyentuh makanan.

Muhammad bin Suhnun Al-Qairuwani (202-256 H), disuapi makan malam oleh pelayannya, sementara Ibnu Suhnun sendiri sibuk menulis kitab.

Abu Raihan Al-Biruni (362-440 H), ahli di bidang matematika, astronomi, kedokteran, sejarah, bahasa dan sastra. Beliau rajin belajar, tangannya hampir tidak pernah lepas dari pena. Waktu dihabiskan untuk belajar, mengajar dan menulis.

Ibnu Jarir Ath-Thabari (224-310 H), seorang ahli tafsir, hadits dan sejarah, menuliskan tafsir Alquran sebanyak 30 ribu halaman. Beliau menyibukkan dirinya dengan belajar, mengajar, membaca dan menulis. Rata-rata menulis 40 halaman setiap harinya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (661-728 H), meninggal di usia 57 tahun dengan karya tulis kurang lebih 500 jilid. Waktunya dimanfaatkan untuk belajar, mengajar dan ibadah.

Saat sakit, dokter menyarankan agar beliau banyak beristirahat. Tapi beliau malah sibuk membaca buku.  Ibnu Taimiyah berkata, bukankah diri seseorang akan menguat jika dia bahagia? Dokter membenarkan.

Al-Hafizh Al-Mundziri (581-656 H), menulis sangat banyak kitab, terdiri 90 jilid dan 700 juz, di luar karya lainnya. Tetangganya berkata bahwa setiap malam di rumah al-Mundziri terlihat cahaya terang. Bahkan saat makan pun, di hadapannya ada buku.

Ibnu Malik (600-672 H), seorang ahli gramatika Arab, penulis Alfiyah. Orang melihat Ibnu Malik selalu dalam keadaan shalat, membaca, atau menulis kitab.

Imam Nawawi (631-649 H), meninggal di usia 45 tahun. Jika dihitung, rata-rata beliau menulis empat buku tulis setiap harinya.

Imam Ibnu Nafis (610-687 H), seorang dokter terkemuka di masanya, banyak menulis kitab. Ketika beliau sedang di kamar mandi, tiba-tiba beliau dapat pembahasan atau inspirasi tentang kedokteran, maka beliau keluar dari kamar mandi untuk mencatat inspirasinya, kemudian masuk ke kamar mandi lagi.

Yahya bin Mu’in, beliau menulis sejuta hadits. Setiap satu hadits ditulis lima puluh kali. Ia berkata: tulislah apa yang kamu dengar, kemudian kumpulkan. Jika hendak meriwayatkan hadits, para periksalah terlebih dahulu.

Al-Jahizh Amru bin Bahr (163-255 H), seorang sastrawan, menteri dalam pemerintahan Khalifah Mutawakkil, bilamana memegang sebuah buku, maka ia akan membacanya dari awal sampai selesai. Waktunya dihabiskan untuk membaca dan menulis.

Sulaim Ar-Razy (w. 447 H), menghabiskan waktu dengan membaca, menulis, dan menyalin. Ketika tangan menulis, maka lidahnya berzikir. Itu semua beliau lakukan agar tidak ada yang waktu yang terlewat.

Khatib Al-Baghdadi (392-463 H),ahli hadits dan sejarawan Baghdad, berjalan sambil membaca kitab.

Ibnu Aqil Al-Hanbali (431-513 H), senantiasa mudzakarah ilmu dan sangat banyak membaca. Saat usia 80-an tahun, semangatnya melebihi anak muda 20 tahun. Beliau menulis banyak kitab, baik di bidang tafsir, fiqh, ushul fiqh, ushuluddin, nahwu, bahasa dan sastra, sejarah, dan lainnya.

Ibnu Aqil lebih memilih memakan kue basah ketimbang makan roti, untuk efisiensi waktu. Bagi beliau waktu adalah modal utama. Sebaik-baik pemanfaatan waktu dan taqarrub kepada Allah adalah menuntut ilmu, karena akan mengeluarkan dari kegelapan menuju cahaya.

Ibnu Jauzi (508-597 H), menulis kitab lebih dari 500 judul, dengan jumlah 2000 jilid. Jika karya Ibnu Jauzi dibagi dengan umurnya, maka rata-rata perhari ia menulis 9 buku tulis.

Imam Alusi (1217-1270 H), seorang mufassir dan mufti Baghdad. Mengajar 24 pelajaran dalam sehari. Siangnya digunakan untuk mengajar, malamnya untuk menulis.

Jadi, di mana hangusnya waktumu? Seberapa banyak karyamu? Seberapa banyak amalmu? Sedangkan liang kubur sudah menunggu.

Komentar

Populer

Insya Allah, In Shaa Allah, In Syaa Allah atau ....?

Sebelum Engkau Halal Bagiku

The Centong Hunter (Awwab dan Empatinya)