Aku dan Nostalgia Lama

Ini cerita pada zaman dahulu kala....
11-12 tahun yang lalu, terdapat dua orang anak perempuan imut, cantik, polos, dan masih belum terkontaminasi oleh polusi dunia. Anak yang satu, badannya kecil, namanya Rahimi Syaidah. Anak yang satunya, berbadan tinggi, namanya Fatimah Syauqi.
kedua anak itu menuntut ilmu di sekolah yang sama, perguruan SDIT NF, kota Depok yang saat itu masih berada dalam naungan Bogor. Mereka berdua juga tinggal tidak berjauhan. Si Imi tinggal di Kalibata, si Fat tinggal di Pancoran. Sehari-hari mereka pulang-pergi sekolah menggunakan jemputan yang sama, dengan supir yang biasa mereka panggil om Yanto.
Beberapa tahun yang lalu, mereka telah membuat nama mereka cukup diukir dalam panggung persilatan en-ep. Dalam sekajap saja, semua guru dan orang tua murid tahu siapa itu Rahimi, dan siapa itu Fatimah.
Cerita dimulai siang hari sepulang sekolah (seingetku hari itu Sabtu, jadi pulangnya siang jam 12.). Fathy, kakak sulung Rahimi masih ada pelajaran tambahan di sekolahnya. Sedangkan si Imi sudah kebelet pengin pulang kerumah. setelah dengan keegoisan anak kecil memaksa om Yanto untuk segera pulang (yang otomatis ditolak), Imi kecil mengancam akan pulang sendiri dengan angkutan umum.
Akhirnya dimulailah perjalanan kedua anak kecil itu pulang sendiri dari Depok ke Jakarta Selatan.
Imi kecil belum pernah naik kendaraan umum sebelumnya. Bukannya memberhentikan kendaraan yang lewat, kami berdua (maksutnya mereka berdua ) membuat keputusan tergila sepanjang sejarah. berjalan kaki. Imi dan Fat berjalan kaki dari Depok ke Pasar minggu, dengan uang yang hanya sekadarnya (menurut ingatan Fatimah, waktu itu rhm bawa uang 20rb. tapi Imi dulu dan sekarang gak beda jauh, boros abis. habislah uang itu untuk jajan di jalanan, hanya bersisa 200rp).
Banyak hal yang bisa mereka pelajari di jalanan. Kebaikan dan keramahan penduduk Jakarta 12 tahun yang lalu. Bantuan-bantuan mereka. Lalu lintas Jakarta yang belum semacet dan sepolusi sekarang.
Yang paling diingat adalah ketika kami kotor-kotoran terkena lumpur, seorang bapak penjual warung menawarkan untuk mandi di rumahnya. Mereka berdua mandi dan bersih-bersih di kamar mandi sederhana (dan terbuka) yang masih menggunakan pompa dan sumur (oh my god! itulah pertama kalinya dalam hidup rhm, rhm melihat bentuk sebuah pompa air yang masih harus dipompa manual untuk mengeluarkan air.).
Perjalanan mereka tentu saja memakan waktu berjam-jam. Kepolosan anak kecil yang tidak mengerti bagaimana khawatirnya orang tua. Kepolosan anak kecil yang masih belum mengetahui kalau dunia ini tidak seindah yang dibayangkan. Kepolosan anak kecil yang tidak tahu kalau kejahatan merajalela dimana-mana.
waktu bergulir.....
kedua anak itu telah tumbuh dewasa, dan makin cantik.
mereka tidak lagi sama-sama belajar di perguruan yang sama. mereka tidak lagi tinggal di daerah yang sama. Mereka tidak lagi berangkat dengan kendaraan dan supir yang sama...
dan yang paling membedakan, Rahimi masih anggota klub minim anggota bernama "wanita lajang bahagia tanpa lelaki"-menikah bukan prioritas utama, Fatimah adalah somebody else's wife....
and while Rahimi is still acting like a baby...
Fatimah is going to have a baby...
oh my god!!!
rahimi?
BalasHapusseperti itukah "bandel" nya dia waktu kecil?
mudah2n persahabatnnya tetap abadi ya mbak
Sebenarnya yang bandel itu saya. "Anak Abi" kok diajak naik bus kota :D
BalasHapusAamiin..
Wah, baru sadar kalau yang isi komen ini adalah her husband. Dulu gak berani nanggapi karena gak kenal :)
Akhirnya Imi keluar juga dari klub "wanita lajang bahagia tanpa lelaki" itu ya :D
Alhamdulillah..
ternyata maher mirip mama nya waktu kecil... ;)
BalasHapus